Definisi Globalisasi
Syaikh Fathi Muhammad Salim, seorang ulama dan pemikir terkemuka, telah menganalisis secara mendalam macam-macam definisi globalisasi dalam kitabnya Al-’Aulamah (globalisasi). Judul bukunya menggambarkan substansi pemahamannya yang akurat dan presisi terhadap globalisasi. Bukunya secara lengkap berjudul Al-’Aulamah Hiya Adah Ar-Ra`sumaliyah al-Haditsah li As-Saitharah ‘Ala Al-’Alam, yang berarti : globalisasi adalah alat kapitalisme modern untuk menguasai dunia.
Syaikh Salim pertama-tama mendeskripsikan realitas globalisasi dengan cermat dengan menyatakan, “Pengertian globalisasi ringkasnya adalah : suatu proses memudarnya tapal batas antar negara-negara baik secara ekonomi, budaya, ideologi, maupun sosial, serta kondisi dunia global yang menjadi bagaikan kampung kecil di hadapan hegemoni kapitalisme, dengan sistem ekonominya yang penuh dengan keburukan, kezaliman, kerakusan, dan eksploitasi, juga sistem pemikirannya yang destruktif terhadap berbagai ideologi, moral, dan nilai lain.” (Fathi Salim, Al-’Aulamah, hlm. 2).
Globalisasi adalah suatu ungkapan yang berarti penyatuan (integrasi) dan penundukan perekonomian lokal ke dalam perekonomian dunia, dengan cara memaksakan penerapan format ekonomi swasta ke dalam struktur perekonomian dunia, serta menjadikan ekspor setiap negara ditujukan untuk pasar dunia, selain untuk pasar regional.
Semua ini mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang, dan jasa. Jadi pasar dan perekonomian dunia itu tentu bukanlah perekonomian yang tertutup atau terproteksi, melainkan perekonomian terbuka, atau apa yang disebut dengan pasar yang terbuka terhadap segala kekuatan ekonomi.
Sejarah Globalisasi
Istilah globalisasi pertama kali mengemuka pada bulan Nopember 1992 di majalah Criminal Politics Magazine terbitan Amerika di bawah rubrik Globalology. Majalah tersebut mempublikasikan sebuah artikel berjudul The Carrol Qui- gley-Clinton Connection (Hubungan Presiden Clinton dengan Profesor Carrol Quigley). Profesor ini dulu adalah dosen Clinton di Universitas Georgetown, yang mengasuh beberapa mata kuliah mengenai ekonomi-strategis pada salah satu program pasca sarjana universitas. Tulisan itu menyebutkan, Profesor Quigley pernah mengizinkan Clinton untuk “mengintip” kebijakan-kebijakan yang bersifat rahasia, serta meminta Clinton untuk mempelajarinya dan ikut serta mempersiapkan kajan-kajian yang dapat menguntungkan pemerintah Amerika. Clinton terus melakukan kajian dan persiapannya selama 20 tahun, dan akhirnya berhasil menelorkan ide-ide ekonomi yang berhubungan dengan Tata Dunia Baru. Sejak awal dia telah meletakkan asas-asas kajian dan penelitiannya. Hal ini dibuktikan dengan pernyataannya,”Tidaklah mudah menciptakan tata aturan dunia yang didasarkan pada dominasi perekonomian internasional sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu, bank-bank sentral di berbagai negara harus dimanfaatkan sesuai dengan perjanjian-perjanjian rahasia yang ditetapkan dalam berbagai pertemuan, perundingan, dan konferensi.”
Ide-ide tersebut terkristalisasi dengan sempurna dan mulai muncul ke permukaan pada awal dasawarsa 90-an. Ide-ide tersebut semakin matang dengan runtuhnya Uni Soviet, berakhirnya masa komunisme, dan keluarnya sosialisme dari medan internasional. Ini mengharuskan adanya introduksi dan perencanaan strategi ekonomi dalam skala luas untuk melemahkan dan kemudian menghancurkan sisa-sisa sosialisme secara total, untuk kemudian digantikan dengan persepsi-persepsi kapitalis, termasuk ide globalisasi, ekonomi pasar, dan perdagangan bebas, sebagai ide-ide yang diklaim paling aktual dan paling relevan dengan abad ke-21.
Semua ini membutuhkan perwujudan ide globalisasi dan perekrutan tokoh-tokohnya. Maka, muncullah istilah globalisasi, dan Clinton-lah yang menjadi perintisnya mengingat istilah ini muncul berbarengan dengan awal masa pemerintahannya.
Unsur-Unsur Pendukung Globalisasi
1. Swastanisasi
Swastanisasi adalah pengubahan sektor publik menjadi sektor sektor pribadi (swasta). Alasan untuk menjustifikasi swastanisasi ialah kurang efisiennya sektor publik, produktivitasnya yang rendah, dan kinerja pengelolanya yang payah.
2. Korporatisme
Korporatisme adalah pandangan bahwa negara merupakan sekumpulan lembaga (korporasi/institusi/badan) dan pemerintah tiada lain adalah satu lembaga ekonomi kecil, kalau pun bukan yang terkecil. Pemerintah merupakan lembaga yang tugasnya hanya melaksanakan kegiatan diplomasi, dengan angkatan bersenjata yang kecil serta beberapa lembaga keamanan dan dewan penasihat, yang semuanya bergerak untuk melayani kepentingan sektor swasta. Jika pemerintah hendak menjalankan suatu usaha bisnis, maka dia wajib diperlakukan sama dengan lembaga mana pun yang lain. Jadi pemerintah diperlakukan sama dengan swasta. Contoh tentang hal ini, adalah lembaga Forum yang dikelola oleh 40 ribu ahli yang menyusun program dan memperhitungkan segala potensi Amerika, yang diperkirakan akan melampaui negara mana pun.
Dari sinilah, maka segala sesuatunya harus disesuaikan dengan paham korporatisme, yaitu bahwa pemerintah adalah salah satu lembaga negara yang khusus dan tugas utamanya adalah menjalankan kekuasaan. Pemerintah menjalankan kekuasaan tapi tidak menguasai/memiliki. Sementara lembaga-lembaga lain menguasai tapi tidak menjalankan kekuasaan.
3. Perusahaan-Perusahaan
Perusahaan-perusahaan merupakan lembaga ekonomi utama yang menguasai ekonomi secara nyata. Kini terdapat ribuan perusahaan di dunia –di antaranya ada 200 perusahaan raksasa– yang mendominasi sebagian besar perekonomian dunia. Dari jumlah itu ada 172 perusahaan yang dimiliki lima negara, yaitu Amerika, Jepang, Perancis, Jerman, dan Inggris. Pemerintah masing-masing membantu perusahaan-perusahaan ini untuk menembus dan menguasai perekonomian internasional.
4. Bank-Bank
Bank merupakan penyokong perusahaan –terutama perusahaan raksasa– dan merupakan sekutu perusahaan untuk menguasai perekonomian negara-negara lemah. Di samping itu, bank itu sendiri sebenarnya juga suatu perusahaan.
5. Pasar-Pasar Modal
Pasar-pasar modal ini berupa pasar-pasar saham, surat berharga, dan mata uang. Pasar-pasar ini menjadi alat kriminal para investor raksasa untuk meraup keuntungan besar tanpa usaha nyata dan tanpa investasi yang riil. Kegiatan perekonomiannya adalah sektor ekonomi non-riil, yang bertumpu pada kompetisi tidak-seimbang yang mirip dengan perjudian, undian, dan penipuan.
Pasar-pasar modal ini sangat penting untuk mengglobalkan perekonomian regional. Bukti-bukti untuk hal ini antara lain pernyataan Clinton pada KTT Vancouver (Kanada) untuk negara-negara anggota APEC, “Sesungguhnya prioritas kita adalah memperkokoh pasar-pasar modal di Asia.” Sementara itu Hashimoto, PM Jepang, menyifati peran Amerika tersebut sebagai pengkerdilan Asia dan sekaligus promosi globalisasi. Mahathir Mohamad, PM Malaysia, menyatakan, “Negeri mana pun yang mendapatkan bantuan IMF, dapat dipastikan akan membuka pasar modalnya.” Untuk membantu Korea Selatan mengatasi krisis-krisisnya belakangan ini, IMF telah mensyarat- kan pembukaan pasar-pasar surat berharga terhadap persaingan pihak asing.
6. Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas merupakan salam satu asas ekonomi pasar dan salah satu landasan globalisasi. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah memaksakan syarat bagi negara- negara di dunia yang hendak menjadi anggota WTO, agar membuka pasar-pasarnya terhadap barang-barang asing. Sejumlah 21 negara telah mengikuti KTT Vancouver (Kanada) mengenai perdagangan bebas terhadap 9 jenis komoditas baru. Topik ini sudah dianggap wajar dalam KTT itu, sehingga tak ada satu negara pun yang dapat menolaknya. Inilah yang membuat Amerika dan negara-negara industri lainnya mampu mendominasi perdagangan internasional dan dapat melemahkan daya saing negara-negara yang kecil.
7. Pemaksaan Ide-Ide dan Nilai-Nilai Peradaban Kapitalisme Kepada Seluruh Dunia
Pemaksaan ini terjadi tatkala negara-negara Barat mensyaratkan penerimaan demokrasi terhadap negara-negara di dunia baik secara total maupun tidak. Tetapi akhir-akhir ini Amerika telah mulai memaksakan pengambilan sekumpulan ide-ide tertentu sebagai syarat mendasar untuk memasuki era globalisasi. Ide-ide tersebut antara lain adalah sekularisme, rasionalisme, kesepahaman/perdamaian antar bangsa, kebebasan, pembatasan kelahiran, pluralisme, supremasi hukum, pengembangan masyarakat sipil (civil society), perubahan kurikulum pendidikan, penyelesaian pengangguran dan inflasi dengan cara tertentu, dan sebagainya. Semua ide ini tak lain adalah nilai dan gaya hidup peradaban Barat yang dianggap sebagai budaya/kultur luhur yang baru, serta dipandang lebih unggul daripada semua ideologi dan peradaban. Inilah penafsiran terhadap beberapa pernyataan para penguasa di banyak negara-negara lemah –seperti Dunia Islam– yang berfokus pada ide-ide tersebut dan propaganda-propagandanya. Yang terakhir adalah pernyataan Presiden Iran Khatami mengenai kehidupan harmonis antar bangsa dan persahabatan antara Iran dan Amerika, serta mengenai pemantapan supremasi hukum dan penumbuhan masyarakat sipil (civil society).
8. Pemantapan Ide-Ide Separatisme dan Pemecahbelahan Negara
Hal ini nampak tatkala Amerika berupaya menyelesaikan masalah-masalah separatisme dan melakukan campur tangan untuk memecah-belah sebuah negara menjadi dua negara atau lebih jika memungkinkan, seperti yang sudah terjadi di Bosnia, Irak, Sudan, Afghanistan, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk membuat kekacauan nasional, pertentangan antar suku, dan kelumpuhan kawasan, yang semuanya merupakan alasan- alasan kuat untuk menerima globalisasi Amerika sebagai suatu kekuatan yang tak dapat ditolak lagi. Globalisasi akhirnya dianggap sebagai kereta api cepat untuk memasuki abad mendatang. Barang siapa yang tidak menaikinya, maka dia akan terisolir, terpinggirkan, atau akan menjadi hina dina dan mengalami kehancuran.
Bahaya Globalisasi
Banyak ahli ekonomi –termasuk yang di Barat sendiri– telah memahami bahaya globalisasi atas dunia dan telah menyimpulkan satu hal yang mereka sepakati, yaitu penerapan globalisasi akan semakin memperlebar jurang pemisah antara yang miskin dengan yang kaya. Abid Al Jabiri –seorang ahli ekonomi Maroko– pada salah satu konferensi tentang globalisasi menyatakan bahwa globalisasi mempunyai tiga segi negatif :
1. Semakin lebarnya kesenjangan antara orang kaya dengan orang miskin secara berlebihan, sehingga kehidupan modern di setiap negeri akan diwarnai dengan dikotomi miskin-kaya dan ketidak-solidan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
2. Semakin lebarnya jurang pemisah antara anak-anak orang kaya dengan anak-anak orang miskin, yang akan melahirkan generasi yang terbelah menjadi dua golongan dengan dunianya sendiri-sendiri.
3. Merintangi dan melenyapkan kreativitas manusia dalam kegiatan perdagangan dan usaha, serta mengokohkan prinsip menghalalkan segala cara.
Respon terhadap Globalisasi
Respon terhadap globalisasi hendaknya memenuhi paling tidak 3 (tiga) kriteria berikut :
Pertama, hendaknya ada kritik yang memadai terhadap globalisasi;
Kedua, hendaknya ada solusi alternatif yang memadai, yaitu suatu kondisi ideal yang diharapkan;
Ketiga, hendaknya ada peta jalan (road map) yang jelas, berupa strategi yang dapat ditempuh untuk mengubah kondisi yang ada menuju kondisi ideal.
Itulah tiga kriteria yang kiranya dapat menjadi standar umum untuk menilai sejauh mana keseriusan kita untuk menentang globalisasi. Setiap respon, perlawanan, atau penentangan terhadap globalisasi, baik oleh individu, kelompok, atau negara yang tidak memenuhi tiga kriteria di atas, dapat dianggap cacat atau gagal.
Sumber:
http://www.jurnal-ekonomi.org/globalisasi-kemiskinan-dan-agama-respon-hizbut-tahrir/
http://www.jurnal-ekonomi.org/globalisasi-skenario-mutakhir-kapitalisme/