27 November 2011

Elastisitas Permintaan Input dan Elastisitas Penawaran Output Bawang Merah Ditinjau Dari Fungsi Produksi

Pendahuluan

Memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PJPT II), sektor Pertanian masih menjadi perhatian di samping sektor Industri. Pertanian yang tangguh akan dapat mendukung sektor industri. Dalam sektor pertanian pemerintah telah menetapkan pengembangan berdasarkan skala prioritas. Prioritas pertama ditujukan pada pengembangan tanaman hortikultura yang selama ini diimpor dari luar negeri, seperti bawang putih, bawang bombay, jamur, jeruk, apel, dan anggur. Prioritas kedua adalah pengembangan tanaman ekspor antara lain kubis, kentang, bawang merah, tomat, dan mangga.

Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu jenis umbi lapis selain bawang putih dan bawang bombay. Bawang merah banyak digunakan sebagai bumbu pelezat makanan dan ramuan obat tradisional. Pada umumnya bawang merah ditanam pada ketinggian 10 sampai 250 m di atas permukaan air laut, meskipun dapat juga ditanam di daerah pegunungan dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan air laut.



Masalah yang banyak dihadapi petani bawang merah yaitu fluktuasi harga. Fluktuasi harga disebabkan oleh adanya ketidak-seimbangan antara permintaan dan penawaran juga dipengaruhi oleh jumlah dan harga faktor produksi (input) yang digunakan. Oleh karena itu petani perlu mengetahui harga bawang merah, harga faktor produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya.

Dasar Teori

Faktor produksi dalam suatu proses pertanian dibedakan menjadi faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel. Hubungan fisik antara faktor produksi (input) dengan produksi (output) digambarkan dalam bentuk fungsi produksi:

Y = f(x)

di mana Y : produksi (output)
x : faktor produksi (input)



Menurut Hadidarwanto (1983) berdasarkan elastisitas produksinya maka kurva fungsi produksi (gambar 1) dapat dibagi menjadi 3 daerah. Pada daerah I di mana Ep > 1, menunjukkan bahwa PM > PR. Daerah II menunjukkan bahwa PM < PR tetapi masih bernilai positif, sehingga elastisitas produksinya bernilai dari 0 sampai 1 (0 ≤ Ep ≤ 1). Daerah I disebut daerah yang tidak rasional sedangkan daerah II disebut daerah rasional. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar 2.

Pada gambar 2 dapat juga dibuat pembagian daerah seperti pada gambar 1. Daerah I pada saat NPM > NPR dan daerah II pada saat NPM < NPR tetapi masih bernilai positif, sebab

NPM = p. PM
NPR = p. PR

Jika berproduksi pada daerah I petani akan mengalami kerugian, sebab total biaya lebih besar dari total penerimaan (OABX1 > OCDX1). Sebaliknya jika beroperasi pada daerah II petani akan mendapatkan keuntungan sebab total penerimaan lebih besar dari total biaya (OEFX2 > OGHX2)

Pada gambar 2 tepatnya daerah II juga dapat dilihat hubungan antara x (input) dengan MFC tidak lain merupakan harga input. Dengan menambah jumlah input, harga semakin rendah (x2 > x1 dan Px1 < Px2). Hubungan ini sama dengan hubungan antara harga dan jumlah barang yang diminta dalam fungsi permintaan, sehingga kurva NPM merupakan kurva permintaan input.

Fungsi produksi mempunyai sifat dualitas dengan fungsi biaya, sehingga dari fungsi produksi dapat mencerminkan fungsi biaya atau fungsi biaya merupakan fungsi invers dari fungsi produksi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Fungsi produksi : Y = f(x)

Fungsi biaya : X = v. f^-1(Y)

Dengan diketahui fungsi biaya total dapat diturunkan fungsi biaya marginal yang tidak lain adalah penawaran output. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

π = TR - TC

Syarat keuntungan maksimal adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap output = 0 atau dπ/dy = 0, sehingga akan diperoleh MC=MR=p (harga output). Kondisi ini dapat digambarkan seperti pada gambar 3.



Pada saat harga output P0 jumlah output yang dihasilkan sebesar Y0. Jika harga naik sebesar P2 maka output yang diproduksi meningkat lagi sebesar Y2. Kurva MC di atas AC pada terjadi keuntungan yang maksimal merupakan fungsi penawaran sebab dengan naiknya harga output, jumlah barang yang ditawarkan meningkat.

HIPOTESIS

1. Diduga penggunaan faktor produksi bawang merah belum efisien.
2. Diduga permintaan input akibat adanya perubahan harga output bersifat elastis.
3. Diduga penawaran output akibat adanya perubahan harga input bersifat tidak elastis.

METODE ANALISIS

Penelitian dilakukan di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul dengan sampel petani sejumlah 60.

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap bawang merah digunakan model analisis fungsi produksi Cobb-Douglass

Y = a Xi^bi

di mana, Y: Produksi bawang merah Xi (1,2,3, ...11) : faktor produksi lahan, bibit, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pupuk ZA, insektisida, fungisida, perekat, Tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga.

Untuk melihat efisiensi penggunaan faktor produksi, menggunakan perbandingan Nilai Produksi Marginal (NPMxi) dengan harga input (pxi) atau NPMxi/Pxi.

Apabila NPMxi/Pxi = 1 maka penggunaan input dikatakan efisien.

NPMxi/Pxi > 1 maka penggunaan input dikatakan tidak efisien.

2. Untuk menentukan fungsi permintaan dengan mendiferensialkan fungsi keuntungan. Sedangkan elastisitas permintaan input akibat adanya perubahan harga output dapat dirumuskan dengan

Ex = dx/dPy - Py/x
=-1/(b-1)

3. Fungsi penawaran turunan dari fungsi biaya, di mana fungsi biaya adalah fungsi invers dari fungsi produksi. Elastisitas penawaran output akibat adanya perubahan harga input dapat dirumuskan dengan:

Ey = dy/dPx - Px/y
=-b/(1-b)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi bawang merah adalah lahan, perekat, dan tenaga kerja luar keluarga  pada tingkat signifikansi sebesar 10 persen. Sedangkan faktor produksi bibit, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCI, pupuk ZA, insektisida, fungisida, dan tenaga kerja luar keluarga, mempunyai kecenderungan dalam mempengaruhi produksi bawang merah yaitu bisa meningkatkan ataupun menurunkan produksi bawang merah. Koefisien determinasi sebesar 87,27 persen. Ini berarti keragaman produksi bawang merah dapat dijelaskan oleh kesebelas perubah (faktor produksi) tersebut. Sedangkan 12,73 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam model (tabel1).

Keadaan seperti ini dikarenakan adanya kelemahan penelitian yang antara lain adalah kondisi petani sampel yang sangat homogen baik tingkat umurnya, tingkat pendidikannya, maupun tingkat keterampilannya. Sehingga menyebabkan dalam hal menjawab pertanyaan tidak seperti yang diharapkan. Hal ini mengakibatkan biasnya data yang dinalisis.

Dilihat dari efisiensi penggunaan faktor produksi usaha tani bawang merah ternyata faktor produksi lahan, perekat, dan tenaga kerja luar keluarga tidak efisien (tabel 2). Untuk lahan penggunaannya masih perlu ditingkatkan yaitu dengan pengolahan yang lebih baik lagi. Di samping itu upaya yang perlu dilakukan agar faktor produksi lahan menjadi efisien yaitu dengan penambahan luas areal mengingat pemilikan lahan petani untuk usaha tani bawang merah relatif sempit. Meskipun penambahan luas lahan ini cukup sulit, karena lahan dalam jangka pendek merupakan input tetap. Akan tetapi ini bisa dilakukan dengan menyewa.

Fungsi perekat usaha tani bawang merah adalah sebagai pencampur insektisida tertentu sehingga dapat berfungsi lebih baik. Penggunaan perekat pada usaha tani bawang merah masih terlalu berlebihan sehingga menjadi tidak efisien dan perlu dikurangi.

Penggunaan tenaga kerja luar keluarga oleh petani sampel masih terlalu berlebihan. Dalam kenyataan penggunaan tenaga kerja pada usaha tani bawang merah cukup banyak. Akan tetapi dengan pemilikan lahan relatif sempit menyebabkan penggunaan tenaga kerja menjadi tidak efisien. Untuk mengurangi biaya usaha tani bawang merah khususnya penggunaan tenaga kerja oleh anggota keluarga petani hendaknya tidak diupahkan.

 Elastisitas permintaan input akibat adanya perubahan harga output sebesar 78,128 (elastis) artinya setiap ada kenaikan harga bawang merah sebesar 1% maka permintaan terhadap input naik sebesar 78,218 persen ceteris paribus. Sedangkan elastisitas penawaran output akibat adanya perubahan harga input sebesar -77,125 (tidak elastis) artinya setiap ada kenaikan harga input (faktor produksi) sebesar 1 persen maka penawaran bawang merah akan turun sebesar 77,125 persen ceteris paribus.

Nilai elastisitas permintaan input maupun elastisitas penawaran output tersebut ternyata terlalu besar. Hal ini dikarenakan perhitungan elastisitas tersebut merupakan turunan dari fungsi produksi tidak secara empirik. Sehingga kesalahan dalam menentukan parameter pada fungsi produksi akan berpengaruh terhadap perhitungan elastisitas permintaan maupun penawaran. Keadaan sangat berkaitan dalam penelitian ini, yang mana penggunaan faktor produksinya tidak efisien. Dengan penggunaan input yang tidak efisien, apabila ada perubahan harga input (faktor produksi) maupun harga output (bawang merah) maka petani akan merubah penggunaan faktor produksi dalam jumlah yang cukup besar.

KESIMPULAN

Terbatas pada penelitian yang dilakukan di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penggunaan faktor produksi lahan, perekat, dan tenaga kerja luar keluarga pada usaha tani bawang merah belum dilakukan secara efisien.

2. Elastisitas permintaan input akibat adanya perubahan harga output sebesar 78,128 (elastis).

3. Elastisitas penawaran output akibat adanya perubahan harga input sebesar -77,125 (tidak elastis).

SARAN

Melihat kondisi Desa Srigading yang sangat potensial untuk usaha tani bawang merah, maka perlu banyak upaya yang dilakukan seperti mengaktifkan kegiatan penyuluhan, supaya produksi bawang merah dapat seoptimal mungkin. Dengan demikian,  penggunaan faktor produksi bawang merah bisa lebih efisien dan nilai elastisitas permintaan input maupun elastisitas penawaran output tidak terlalu besar.

Sumber: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/419669.pdf
Penulis: Nur Rahmawati dan Eni Istiyanti (Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).

 Analisis:

Harga bawang merah berfluktuasi selain karena tidak seimbangnya permintaan dan penawaran namun juga karena jumlah dan harga faktor produksi (input) yang digunakan. Jurnal ini meneliti pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap produksi bawang merah menggunakan model analisis fungsi produksi Cobb-Douglass. Hasilnya adalah faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi bawang merah adalah lahan, perekat, dan tenaga kerja luar keluarga  pada tingkat signifikansi sebesar 10 persen. Disarankan oleh peneliti untuk perlu banyak upaya yang dilakukan seperti mengaktifkan kegiatan penyuluhan, supaya produksi bawang merah dapat seoptimal mungkin. Dengan demikian,  penggunaan faktor produksi bawang merah bisa lebih efisien dan nilai elastisitas permintaan input maupun elastisitas penawaran output tidak terlalu besar.